salah satu kelas di sekolah jepang
(hima-rain.web.id)
Menyebut kata “Jepang”, yang terlintas di benak kita
pasti tak jauh-jauh dari profil suatu negara yang canggih, maju, stabil,
berbudaya tinggi, dan menguasai teknologi dan industri. Sebenarnya,
bagaimanakah sebuah negara kepulauan yang luasnya terbatas dan sering dilanda
bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami mampu berjaya di dunia global
sedemikian rupa? Kali ini kita akan melihat dari sistem pendidikan Jepang,
mengapa mereka dapat maju hampir dalam berbagai bidang dan memiliki sumber daya
manusia yang dapat diandalkan.
Kemajuan teknologi di Jepang, tak terlepas dari peran
sistem pendidikan yang dikembangkan di negaranya. Pendidikan di Jepang mulai
mengalami kemajuan sejak dilakukannya reformasi pendidikan pada masa Restorasi
Meiji (Meiji Ishin) dan bertambah pesat setelah masa pendudukan Amerika Serikat
(setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II). Tekad dan semangat bangsa ini
untuk bangkit dari keterpurukan sangat patut diacungi jempol, sebagaimana
hasilnya dapat kita saksikan saat ini.
Pendidikan memegang peranan yang signifikan pada masa
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
Pendidikan sedari dini, yang ditanamkan kepada siswa Jepang di sekolah dasar
lebih ditekankan kepada pendidikan karakter dan pendidikan nilai-nilai moral.
Sebagai contoh, dalam penyampaian mata pelajaran moral, tentang berbohong,
pendekatan yang dilakukan oleh guru Jepang adalah tidak dengan mendoktrin
tentang pentingnya untuk berlaku jujur, namun dengan mengajak anak-anak
berdiskusi tentang akibat-akibat berbohong. Tidak ada yang malu bertanya dan
mentertawakan teman yang sedang bertanya, bahkan dalam menjawab pertanyaan guru
pun, semuanya beradu cepat serentak mengacungkan tangan seraya meneriakkan
“haik” dengan lantang. Diskusi interaktif itu menggiring siswa untuk berpikir
tentang pentingnya melaksanakan nilai-nilai moral yang akan diajarkan. Tidak
ada proses menghafal, juga tidak ada tes tertulis untuk pelajaran moral ini.
Untuk mengecek pemahaman siswa tentang pelajaran moral yang diajarkan, mereka
diminta untuk membuat karangan, atau menuliskan apa yang mereka pikirkan
tentang tema moral tertentu. Kadang mereka juga diputarkan film yang memiliki
muatan moral yang akan diajarkan, kemudian mendiskusikan makna dari film
tersebut.
Hal yang bertolak belakang dengan apa yang kita lihat
di Indonesia, penyampaian pelajaran moral di sekolah lebih banyak hanya berupa
doktrin, sebatas ritual dan hafalan belaka tanpa diikuti penjelasan makna
mengapa semua itu harus dilakukan. Padahal, yang lebih penting adalah
menanamkan pemahaman dan kesadaran pada anak mengapa suatu hal harus dan tidak
boleh dilakukan.
Bercermin dari keberhasilan masyarakat Jepang dalam
mendidik generasi penerus bangsanya melalui pendidikan karakter dari usia dini,
hendaknya pendidikan moral dan karakter di Indonesia perlu dikembangkan dengan
pola berpendapat melalui diskusi interaktif, dan sistem evaluasinya tidak
dilakukan dalam bentuk multiple choice, melainkan dalam bentuk uraian dimana
siswa dapat menjelaskan argumennya, sehingga dapat menunjukkan sejauh mana
pemahaman siswa terhadap pendidikan moral itu sendiri, disamping itu peran
keluarga dirumah, terutama ibu hendaknya juga dilibatkan dalam pendidikan moral
ini demi menunjang keselarasan antara ilmu yang didapatkan di bangku sekolah
dengan contoh pengaplikasiannya di kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh menarik yang mengajarkan tentang
teamwork dan kepemimpinan, terlihat dari sistem keberangkatan siswa SD Jepang
ke sekolah mereka. Siswa SD Jepang diharuskan berjalan kaki ke sekolah, mereka
berkumpul di pos masing-masing tiap-tiap wilayah secara berkelompok, tidak ada
yang berjalan sendiri, saling menunggu dan akan berangkat apabila anggota
kelompok sudah lengkap, mereka berjalan berbaris di pimpin anggota kelas 6 yang
berjalan di urutan paling depan. Jadwal masuk pintu gerbang sekolah hanya 10
menit, dari pukul 7:50-8:00. Menariknya, kelompok pertama yang mencapai gedung
sekolah tidak akan memasuki gerbang sekolah terlebih dahulu, mereka berbaris
rapi di depan gerbang, menunggu kedatangan kelompok yang lainnya. Begitu
kelompok berikutnya tiba, mereka saling mengucapkan salam, “ohayougozaimasu!
(selamat pagi), disambut langsung dengan jawaban “ohayougozaimasu!” kembali.
Lalu mereka menyambung barisan menanti teman-teman lainnya datang, membuat
barisan menjadi semakin panjang. Begitu kelompok terakhir datang,
kelompok-kelompok tersebut memasuki pintu gerbang dengan barisan yang rapi,
tidak berpencar, tanpa ada keributan, dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10
menit. Meskipun dalam cuaca dingin bersalju, semua siswa tetap melakukannya
dengan penuh semangat, rasa sabar yang tinggi dan tanpa berkeluh kesah.
Belajar dari hal tersebut diatas, dapat kita jadikan
sebagai contoh dan ide yang bernilai apabila diterapkan juga kepada siswa di
Indonesia, sehingga mampu mengajarkan arti tanggung jawab dan peran seorang
siswa untuk bekerja sama dalam sebuah tim.
Berjalan efektifnya suatu metoda ajar dalam dunia
pendidikan, tak terlepas dari peran seorang guru, sebab guru lah yang menjadi
sosok teladan dan contoh yang baik bagi siswanya. Di Jepang sendiri, dengan
diadakannya pelatihan guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya
dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru
yang berprestasi, pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan
etos kerja, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya, mampu
menghasilkan guru-guru dengan kualitas yang sangat baik.
Perbaikan yang kita lakukan dalam bidang pendidikan
dinegara kita tidak akan berhasil jika hanya dilakukan pada satu sisi.
Seharusnya reformasi dilakukan menyeluruh agar sistem yang benar-benar berjalan
baik dapat dihasilkan. Salah satu langkah yang paling penting dan efektif dalam
reformasi sistem pendidikan kita adalah memperbaiki kualitas, kinerja dan
penghargaan terhadap guru. Kualitas dan kinerja guru dapat dilakukan dengan
meningkatkan komitmen dan kompetensi guru. Guru harus memiliki pemahaman yang
mendalam atas materi yang akan disampaikan dan mampu menyampaikan materi dengan
penuh kreatifitas dan improvisasi yang orisinil, sehingga proses belajar
mengajar terasa segar dan alami. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan guna
mengembangkan kemandirian guru dan memberikan otonomi serta kebebasan yang
lebih luas pada sekolah dan guru. Penghargaan terhadap profesi guru pun perlu
ditingkatkan.
Semoga pendidikan karakter yang diperlihatkan
masyarakat jepang, bisa menjadi contoh bagi kita semua, bahwa bangsa yang maju,
tercermin dari karakter dan moral yang diperlihatkan oleh masyarakatnya
sendiri.